Kaisar Terakhir China Yang Dipaksa Turun Dan Bernasib Menyedihkan

Ketika Kaisar Guangxu meninggal pada 14 November 1908, ibu suri Cixi langsung mencari penggantinya. Seorang anak kecil yang baru berusia dua tahun bernama Aisin Gioro Puyi dipilih oleh Cixi untuk menggantikan Kaisar Guangxu. Tidak lama setelah pemilihan itu, Cixi akhirnya meninggal juga. Ada beberapa cerita mengatakan bahwa Cixi mengetahui dirinya akan meninggal karena usia tua, oleh karena itu ia menyuruh kasim meracuni Kaisar Guangxu agar ikut mati bersamanya, sehingga Reformasi Seratus Hari tidak akan dilakukan kembali

(https://cdn2.tstatic.net/manado/foto/bank/images/pu-yi-kaisar-terakhir-china.jpg)


Pada tanggal 2 Desember 1908, Puyi secara resmi dinobatkan sebagai Kaisar Xuantong. Pada saat penobatan, Puyi menangis karena lamanya acara prosesi penobatan. Untuk menenangkan Puyi, ayahnya berkata, "Bertahanlah sebentar lagi, ini semua akan berakhir, kita akan pulang.". Para kasim yang mendengar hal tersebut menganggap mereka akan pulang ke tanah asal mereka, yaitu Manchu.

Setelah acara penobatan, Puyi mendapat julukan sebagai Putra Surga. Puyi secara resmi diadopsi oleh janda Permaisuri Longyu. Puyi kecil menghabiskan empat tahun berikutnya di Kota Terlarang, terputus dari keluarga dan tidak mengetahui situasi yang terjadi di luar istana. Dia hanya dikelilingi oleh sejumlah kasim yang mematuhi setiap perkataannya. Di sanalah sikap kasar Puyi kecil terbentuk karena dia selalu mencambuk para kasimnya.

Pada tanggal 12 Februari 1912, kekaisaran Qing berakhir. Puyi secara otomatis berhenti menjadi kaisar Cina. Puyi sendiri tidak mengetahui Revolusi Xinhai terjadi di wilayah kekuasaannya. Presiden Republik Cina yang baru, Jenderal Yuan Shikai menjanjikan keluarga kekaisaran Qing tetap mendapat pelayanan dan tidak akan digantung seperti Raja Prancis.

Yuan Shikai ingin membuat kekaisaran Cina yang baru, tetapi pada tahun 1916 ia meninggal. Setelah kematiannya, terjadi pergolakan perebutan kekuasaan. Pada bulan Juli 1917, panglima perang bernama Zhang Xun ingin mengembalikan takhta Puyi sebagai seorang kaisar kembali dan melakukan kudeta. Namun, gerakan kudeta itu dipatahkan oleh Duan Qirui dan gagal. Pada tahun 1924, panglima perang Feng Yuxian mengusir Puyi dari Kota Terlarang.

Puyi kemudian tinggal di kedutaan Jepang di Beijing selama satu setengah tahun. Pada tahun 1925, ia pindah ke daerah konsesi Jepang di Tianjin. Puyi dan Jepang kemudian memiliki hubungan harmonis. Kemudian, mereka membuat rencana untuk melawan etnis Han Cina dan mengembalikan kekaisaran Qing. Pada November 1931, Jepang menjadikan Puyi sebagai kaisar di negara boneka Manchukuo.

Puyi merasa tidak puas dengan Manchukuo, ia ingin menguasai seluruh daratan Cina. Namun, Jepang tidak memberi kemudahan untuk hal tersebut. Beberapa mata-mata Jepang dikirim untuk mengawasi Puyi. Jepang juga memaksa Puyi menandatangani perjanjian tidak adil dengan Jepang.

Ketika Jepang mulai tersudut dan terpaksa menyerah pada akhir Perang Dunia II, Puyi berusaha kabur dari Manchukuo menuju Jepang. Namun sayangnya, ia ditangkap oleh Tentara Merah Soviet dan dipaksa untuk bersaksi di pengadilan kejahatan perang di Tokyo pada tahun 1946. Setelah itu Puyi menjadi tahanan Soviet dan ia dikirim ke Siberia. Ia ditahan di sana hingga tahun 1949.

Ketika Mao Zedong memenangkan peperangan sipil di daratan Cina, ia melakukan perjanjian dengan Stalin. Salah satu perjanjiannya adalah membawa Puyi pulang ke Cina. Puyi kemudian menjadi tahanan di negara baru komunis Cina.

Puyi kemudian dikirim ke Pusat Manajemen Penjahat Perang Fushun di Penjara No. 3, Liaodong. Penjara itu merupakan kamp pendidikan ulang bagi para tahanan perang dari Kuomintang, Manchukuo, dan Jepang. Puyi menghabiskan sepuluh tahun di sana, ia terus-menerus dicuci otak dengan propaganda komunis. Pada tahun 1959, Puyi dibebaskan dari kamp pendidikan ulang dan diizinkan untuk kembali ke Beijing.

Di Beijing, Puyi mendapat pekerjaan sebagai asisten tukang kebun di Kebun Raya Beijing. Pada tahun 1962, Puyi menikah dengan seorang perawat bernama Li Shuxian. Puyi yang merupakan mantan kaisar bahkan bekerja sebagai editor untuk Konferensi Konsultatif Politik Rakyat Cina sejak 1964. Puyi juga menulis buku autobiografi "Dari Kaisar ke Warga Negara" yang mendapat dukungan oleh pejabat partai Mao Zedong dan Zhou Enlai.

Pada tahun 1966, di daratan Cina terjadi Revolusi Kebudayaan. Puyi, yang dulunya merupakan simbol Kekaisaran Qing, menjadi incaran utama. Akibatnya, Puyi ditempatkan sebagai tahanan rumah dan kehilangan banyak kemewahan yang telah ia hasilkan selama bertahun-tahun sejak dibebaskan dari penjara dan kesehatannya juga semakin menurun. Pada 17 Oktober 1967, Puyi, kaisar terakhir Cina, meninggal di usia 61 tahun akibat kanker ginjal.

"Kaisar (Puyi) telah menjadi tahanan di istananya sendiri sejak hari ia dinobatkan, dan tetap menjadi tahanan setelah ia turun takhta. Tapi sekarang dia tumbuh dewasa, dia mungkin bertanya-tanya mengapa dia satu-satunya orang di Tiongkok yang tidak dapat keluar dari pintu depan rumahnya sendiri. Saya pikir Kaisar adalah anak laki-laki paling kesepian di Bumi." -Reginald Fleming "RJ" Johnston

REFERENSI
https://www.facebook.com/110196607258211/posts/133245554953316/?app=fbl

https://tirto.id/akhir-hayat-puyi-kaisar-terakhir-cina-mati-sebagai-komunis-cywhhttps://historia.id/politik/articles/kaisar-tanpa-titah-6mKxv

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kaisar Terakhir China Yang Dipaksa Turun Dan Bernasib Menyedihkan"

Posting Komentar