Jaman sekarang siapa sih yang tidak kenal dengan social media? Semua orang dari berbagai kalangan hingga berbagai umur berlomba-lomba mengikuti trend, demi eksis di social media. Lalu bagaimana sikap yang sepatutnya kita lakukan sebagai mahasiswa? Apa hanya diam saja melihat informasi-informasi tidak penting yang justru menjadi trending topic? Tidak kan? Apalagi mahasiwa mahasiswi program studi ilmu perpustakaan yang kelak menjadi pengelola informasi. Harus lebih jeli dong dalam mengolah informasi dengan baik, supaya masyarakat tidak lagi mengonsumsi hoaks dan informasi-informasi tidak penting dari social media.
Oh iya, jurnalistik itu sebenarnya apa sih? Secara bahasa (Indonesia), jurnalistik adalah hal yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran dan seni kejuruan yang bersangkutan dengan pemberitaan dan persuratkabaran (KBBI). Journalisme (journalism) diartikan sebagai “the activity or profession of writing for newspapers, magazines, or news websites or preparing news to be broadcast.” (aktivitas atau profesi penulisan untuk suratkabar, majalah, atau situs web berita atau menyiapkan berita untuk disiarkan).
Eh tapi ternyata, dunia jurnalistik bukan saja tentang hal diatas lho.. ada beberapa manfaat yang dapat kita petik jikalau paham betul dengan ilmu jurnalistik. Tentu saja berkaitan erat dengan dunia social media yang begitu rekat dengan masyarakat. Manfaat yang dapat dipetik jika kita belajar ilmu jurnalistik diantaranya adalah Pertama, berpikir holistik. Ketika seseorang menulis berita, ia dituntut untuk memberikan informasi yang lengkap mengenai unsur-unsur berita. Ada satu saja unsur berita yang kurang, itu berarti informasi yang diberikan belum menyeluruh. Dan itu akan berdampak pada informasi yang diterima masyarakat.
Kedua,berpikir kreatif.Seringkali dalam satu peristiwa ada banyak media atau wartawan yang meliput. Agar berita yang diterbitkan tidak terkesan sama dengan media lain, seorang jurnalis perlu berpikir kreatif. Mencari sudut pandang (angle) tertentu yang unik. Ketiga, berpikir kritis-sintetis. Seorang jurnalis yang baik tidak mudah percaya begitu saja ucapan narasumber. Ia perlu melakukan validasi informasi, baik dengan melakukan cross-check pada narasumber lain, observasi, maupun dengan melakukan studi literatur.
Keempat, melatih keingintahuan dan empati. Tanpa keingintahuan, seseorang akan sulit menemukan potensi-potensi berita. Dan tanpa empati, berita yang ia tulis akan cenderung kurang “hidup”. Jurnalis yang baik memiliki keingintahuan tinggi pada setiap hal, dengan mencari tahu maka ia menemukan informasi-informasi baru yang bagus untuk diberitakan. Jurnalis yang empati, akan menemukan aspek-aspek kemanusiaan yang juga kuat untuk menciptakan berita yang menggugah. Kelima, melatih kepercayaan diri. Seorang jurnalis bukanlah mata-mata atau “kuping-kuping” yang mencuri informasi dari jauh. Ia harus mendekat kepada sumber berita, mengamati dan bertanya. Untuk itu akan terasah kepercayaan diri dalam relasi sosialnya.
Keenam, membentuk hubungan baik. Tidak mungkin seorang jurnalis bisa memberitakan banyak peristiwa jika ia tidak punya banyak relasi. Ia bertemu dengan orang-orang baru, punya kenalan baru sebagai sumber berita sekaligus menjaga hubungan baik dengan sumber berita lain yang sudah ia kenal sebelumnya. Ketujuh, bersikap obyektif. Meski jurnalis berhubungan baik dengan sumber berita, ia tetap harus obyektif. Dalam arti pemberitaannya faktual, tidak melakukan pemutarbalikan fakta.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ilmu jurnalistik sangat bermanfaat bagi kita yang mau belajar dan menerapkan. Jika kita dapat menguasai kemudian menerapkan ilmu jurnalistik dengan baik, akan dipastikan informasi-informasi yang kita kelola juga akan berkualitas. Sehingga tidak ada lagi penyebaran hoaks dan informasi-informasi tidak penting di social media yang berakibat buruk terhadap masyarakat.
Sumber: https://pwmu.co/40296/11/02/7-manfaat-ini-akan-anda-dapatkan-dengan-belajar-jurnalistik/
0 Response to "Pentingnya Ilmu Jurnalistik di Era Media Social"
Posting Komentar